WARTAKEPRI.co.id, NATUNA – Dengan luas wilayah mencapai 1.904.569 kilometer persegi, Republik Indonesia merupakan salah satu negara terluas di dunia. Tidak seperti negara-negara terluas lain yang mayoritas wilayahnya berupa daratan (Rusia, Amerika Serikat, atau Australia, misalnya), Indonesia adalah sebuah negara kepulauan, yang meliputi lebih dari 17.000 pulau, dan sebagian besar tak berpenghuni.
Bentuk geografis yang seperti ini memunculkan tantangan yang sangat berat bagi pemerintah untuk menjaga dan mengawasi wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara lain. Karena mayoritas garis perbatasan Indonesia dengan negara asing berada di laut, maka jelas butuh sumber daya manusia dan peralatan sistem pertahanan maritim dan udara yang mumpuni untuk dapat mengawasinya secara maksimal. Dan untuk ini jelas pemerintah memerlukan anggaran yang tidak sedikit.
Dari keseluruhan garis perbatasan Indonesia, hanya terdapat tiga perbatasan saja yang berada di daratan, yaitu perbatasan dengan Malaysia di Kalimantan, dengan Papua Nugini di Papua, dan dengan Timor Leste di Timor. Kawasan perbatasan di darat saja masih belum dapat dikelola dengan sempurna.
Masih terdapat banyak kisah desa-desa perbatasan yang terlupakan dan tertinggal sehingga harus hidup dengan aturan cara-cara negara tetangga yang lebih makmur. Belum lagi kasus-kasus penyelundupan lintas batas yang belum dapat diatasi karena belum adanya pos-pos penjaga perbatasan yang memadai di semua titik perlintasan.
Bahkan negara adidaya seperti AS pun masih sering kewalahan mengurusi daerah perbatasannya, terutama perbatasan selatan yang berbatasan dengan Meksiko. Meski petugas pengamanan perbatasan melimpah, dan dibekali dengan perangkat teknologi pengintaian tercanggih, tetap saja imigran-imigran gelap dari selatan dapat melintasi perbatasan dengan leluasa tanpa teratasi dan menghadirkan banyak masalah bagi pemerintah AS terutama dalam hal ekonomi dan keamanan.
Dengan kondisi demikian, menjaga dan mengawasi wilayah perbatasan yang berada di lautan luas memang tak akan menjadi pekerjaan yang mudah. Kurangnya personel dan peralatan akan memudahkan unsur-unsur asing untuk mencuri kekayaan laut, dan bukan tak mungkin mengklaim dan menduduki pulau-pulau terluar Indonesia sebagaimana yang sudah terjadi pada Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia.
Salah satu wilayah terluar Republik Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian ekstra adalah Pulau Natuna, yang terletak di ujung barat laut Indonesia, berbatasan dengan Laut China Selatan. Saya pernah memimpin daerah tersebut sebagai bupati periode 2001-2006. Jabatan itu saya emban setelah memegang jabatan Kepala Dinas LLAJ Kepulauan Riau tahun 1993-199 dan Sekretaris Daerah Kabupaten Natuna (1999-2001).
Tantangan yang saya hadapi saat memimpin Kabupaten Natuna sungguh sangat besar. Selain karena menjadi daerah terluar di Selat Karimata yang berbatasan dengan Vietnam, Kamboja, Malaysia, dan Singapura, saat itu Natuna masih merupakan sebuah daerah yang serba penuh keterbatasan.
Betapa tidak? Saat saya dilantik tahun 2001, Kabupaten Natuna baru dua tahun terbentuk. Daerah itu baru dibentuk tahun 1999 melalui UU Nomor 53/1999 dan disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999. Sebelumnya, Pulau Natuna masih termasuk dalam Kabupaten Kepulauan Riau. Saya dilantik menggantikan bupati pertama Natuna, yaitu Drs. H. Andi Rivai Siregar.
Karena merupakan daerah baru yang segalanya masih serba terbatas termasuk dalam soal anggaran, maka jurus yang saya pakai dalam memimpin Natuna adalah pendekatan kesejahteraan. Saya berprinsip, apa pun perkembangan situasi yang tengah terjadi, yang terpenting masyarakat harus merasakan kesejahteraan dulu. Dan tak hanya masyarakat yang bisa merasakan secara langsung, melainkan para personel penjaga keamanan dan ketertiban daerah juga, yaitu para petugas TNI dan Polri.
Kala itu persoalan kesejahteraan para anggota TNI dan Polri masuk dalam program pemerintahan saya. Ada insentif khusus bagi mereka yang saya anggarkan dalam pos anggaran daerah Kabupaten Natuna. Itu sebagai bentuk penghargaan dan perhatian Pemkab Natuna terhadap mereka yang telah bekerja sangat keras menjaga keamanan dan ketertiban di Natuna. Terlebih karena permasalahan keamanan di Natuna tak sesederhana yang ada di daerah-daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan negara di Jakarta, karena kemananan di Natuna terkait pula dengan persoalan daerah perbatasan terluar yang harus di-manage secara khusus.
Namun niat baik itu sempat disalahartikan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini lembaga BPK (Badan Pengawas Keuangan). Saya sebagai Bupati Natuna saat itu dinilai melanggar Instruksi Menteri Dalam Negeri RI yang melarang pemerintah daerah memberikan bantuan finansial untuk instansi vertikal, dalam hal ini lembaga TNI dan Polri.
Menghadapi pertanyaan itu, saya pun berargumen dengan menggunakan UU Pemerintahan Daerah sebagai landasan kebijakan. Dalam UU tersebut dinyatakan, seorang bupati wajib menjaga keamanan dan ketertiban di wilayahnya masing-masing. Dan dalam menjalankannya, bupati tentu tak bisa bertindak seorang diri, melainkan pasti harus dengan dibantu oleh para personel TNI dan Polri yang ada di wilayahnya.
Para anggota TNI di tingkatan Kodim (Komando Distrik Militer) dan Koramil (Komando Rayon Militer) menjaga keamanan sebagai bagian dari keseluruhan tubuh TNI yang harus mempertahankan wilayah negara, sedang para anggota Polri pada tingkatan Polres dan Polsek bertugas menjaga ketertiban daerah. Begitu juga dengan peran anggota TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara yang sangat besar menjaga kedaulatan NKRI.
Untuk melancarkan tugas mereka, adalah wajar bila bupati memberikan perhatian melalui insentif khusus. Terlebih karena tugas para personel TNI dan Polri di Kabupaten Natuna sangat berat mengingat keberadaan Natuna sebagai daerah terluar Republik Indonesia di Selat Karimata yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.
Saya menggunakan sebuah undang-undang sebagai landasan kebijakan, sedangkan pertanyaan dan gugatan yang ditujukan kepada saya menggunakan Instruksi Mendagri sebagai dasar. Ditilik dari segi hukum, tentu saja UU berkedudukan lebih tinggi daripada Instruksi Menteri, sehingga lebih kuat secara hukum.
Selain itu yang saya beri bantuan bukanlah TNI dan Polri sebagai institusi, karena saya tak ikut membantu pengadaan biaya alat tulis kantor, kelengkapan seragam, serta biaya-biaya operasional Kodim, Koramil, Polsek, dan Polsek yang ada di wilayah Kabupaten Natuna. Yang mendapatkan bantuan dari Pemkab Natuna hanyalah para personelnya, sebagai bentuk atensi saya atas kerja keras mereka dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Kabupaten Natuna.
Syukur alhamdulillah argumen tersebut dapat diterima pemerintah pusat, sehingga kasus ini tak berkembang menjadi besar dan merugikan semua pihak. Dan pada intinya, masyarakat merasakan berbagai perubahan positif selama saya memegang jabatan sebagai Bupati Natuna periode 2001-2006.
Fakta itulah yang kemudian membuat masyarakat Kabupaten Natuna melalui para tokohnya meminta kepada saya secara langsung untuk ambil bagian dalam Pemilukada pada tahun 2015 ini, sehingga kelak saya akan dapat memimpin kembali Kabupaten Natuna untuk periode masa jabatan 2016-2021 mendatang.
Mereka berpandangan, saya dianggap cukup berhasil memajukan Kabupaten Natuna yang masih memiliki banyak keterbatasan terutama dalam soal anggaran. Sehingga dengan Natuna kini yang dibekali anggaran yang jauh lebih dari cukup, saya tentu akan dapat menjalankan tugas dengan lebih baik.
Kelebihan ini mengharuskan daerah seperti Natuna dipimpin oleh seorang kepala daerah yang mumpuni, dan saya diyakini mampu membawa Natuna menjadi jauh lebih baik dan sejahtera lagi pada masa depan, sebuah kepercayaan yang patut saya syukuri dengan menjaga amanat dan kepercayaan masyarakat tersebut dengan sebaik-baiknya.
Kondisi geografis Natuna yang berupa kepulauan dan jauh di tengah samudera ini membuat ketersediaan berbagai fasilitas pelayanan masyarakat umum secara ideal sulit tercapai. Ini terjadi sebagai akibat belum meratanya distribusi penduduk pada tiap wilayah. Akses masyarakat terhadap berbagai fasilitas umum pun terbatas. Tidak sebagaimana wilayah-wilayah kabupaten di Pulau Jawa yang keseluruhan wilayah administratifnya berada di daratan, sehingga semua tempat jauh lebih mudah dicapai melalui jalan darat.
Natuna, memegang posisi penting sebagai daerah-daerah terluar Indonesia. Banyak tantangan menghadang, terutama dalam soal pencurian kekayaan laut oleh kapal-kapal nelayan asing (illegal fishing) dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun saya yakin, berkat kerja sama semua pihak, yaitu antara aparat pemerintah dan masyarakat luas, berbagai permasalahan itu akan dapat saya atasi andai saya dipercaya untuk memimpin Kabupaten Natuna untuk masa bakti tahun 2016-2021 mendatang.(*)
Tulisan Kiriman dari Rikyrinovsky